Cerita Dewasa 17 tahun ini tentang pria berkeluarga dan WIL nya.
Aku
sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL yang juga sangat kucintai. Aku
sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena itu aku akan
memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan selama ini
ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan wanita lain.
Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.
Siang di hari Sabtu itu
terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa langsung ke arahku dan
'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus melalui kaca-kaca
jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju arah Bogor untuk
suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan, kubelokkan mobil ke
arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku mengisinya. Dalam
setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada gadis-gadis
penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena seragamnya yang
cukup kontras dengan warna sekelilingnya.
Dari sederetan
gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih, cukup
serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk bekerja
diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala
tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah
tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia
tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan
tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum
dan menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata,
"Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks
membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.
Meluncurlah
kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon pembeli.
Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah balik
bertanya, "Kamu ngapain kerja di sini?"
"Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba."
"Ya, boleh aja", jawab istriku.
"Gimana mau?" tanyaku kepada gadis itu.
"Mau.. mau Mas", katanya.
Setelah
kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan
perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh. Istriku akhirnya tahu
kalau maksudku yang utama hanyalah ingin 'berkenalan' dengannya. Ia
sangat setuju dan antusias.
Malam sekitar jam 20:00 HP istriku
berdering, sesuai pembicaraan ia akan datang menemui kami. Setelah
diberi tahu alamat hotel kami, beberapa saat kemudian ia muncul dengan
penampilan yang cukup rapi. Ia cepat sekali akrab dengan istriku karena
ternyata berasal dari daerah yang sama yaitu **** (edited), Jawa Barat.
Tidak sampai setengah jam kami sudah merasa betul-betul sebagai suatu
keluarga yang akrab. Ia sudah berani menerima tawaran kami untuk ikut
menginap bersama. Ia sempat pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah
satu keluarganya untuk pulang saja, dan telepon ke saudaranya bahwa
malam itu ia tidak pulang.
Setelah cerita kesana-kemari akhirnya
obrolan kami menjurus ke masalah seks. Setelah agak kaku sebentar
kemudian suasana mencair kembali. Kini dia mulai menimpali walau agak
malu-malu. Singkat cerita dia masih perawan, sudah dijodohkan oleh
keluarganya yang ia belum begitu puas. Keingintahuannya terhadap masalah
seks termasuk agak tinggi, tapi pacarnya itu sangat pemalu, termasuk
agak dingin dan agak kampungan walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan
bahwa dalam masalah seks kami selalu terbuka, punya banyak koleksi
photo pribadi, bahkan kali ini kami ingin membuat photo ketika
'bercinta'.
"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih
kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju
inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap
akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah
merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku
langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi,
leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku
menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk
mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia
agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.
Setelah
aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan itu,
kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu istriku
dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kini tamuku tampaknya sudah
menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera
dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang
senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan
batang istimewaku. Sedangkan aku belum apa-apa.
"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai
laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak
menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk
Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan
memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau
malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan
kepada istriku.
Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya,
kuciumi pipi dan lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari
pundak sampai lekukan pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak
merinding kegelian. Kedua tangannya kini ternyata sudah berani membalas
memelukku. Kemudian aku memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur.
Kukulum bibir mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil
telinganya, kemudian kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya
mendesah, kadang menarik nafas panjang dan kadang badannya
menggelinjang-gelinjang.
Tidak terlalu susah aku membuka
kimononya, sejenak kemudian tampak pemandangan yang cukup mempesona. Dua
bukit yang cukup segar terbungkus rapi dalam BH yang pas dengan
ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan postur badan yang cukup indah.
Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak pahanya cukup menawan. Sementara
itu onggokan kecil di selangkangan pahanya yang terbungkus CD menambah
panorama keindahan.
Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya,
demikian juga ketika aku melepaskan kimononya melewati kedua tangannya.
Kuteruskan permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu.
Seluruh titik di bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang
terlewatkan, kini kedua bukti itu kuremas perlahan. Ia mendesah,
"Eeehhh.."
Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks
bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi
cumbuanku dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian
lehernya. Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian
kupermainkan kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin
terasa bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.
Petualanganku
kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan membuka
CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. "Ya nggak usah
dibuka" ujarku, "Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai punyaku",
bujukku. Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja menyingsingkan CD-nya
ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah cintanya dihiasi
bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk mengangkang di atas
kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke ujung lembah yang
sebagian masih tertutup CD. Agak lama dengan permainan itu, akhirnya
mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak menolak ketika
kulepaskan CD-nya.
Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai
benang pun yang tersisa. Kuteruskan permainan burungku dengan lebih
leluasa. Tak lama kemudian cairan kenikmatannya pun sudah meleleh
menyatakan kehadirannya. Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi
karena lembahnya masih perawan agak susah juga untuk menembusnya.
Ketika
kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak
bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku.
Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar
untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul
menerimanya secara alami. Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang
sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih
percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa
yang sedang terjadi. Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang
kenikmatan itu.
Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan
memasukkan lagi kepala burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja
dengan keadaan yang terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu
bukan rintihan kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan
kenikmatan yang diperolehnya. Selanjutnya kulihat burung yang beruntung
itu lebih mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan
seluruh burungku ke tempatnya yang terindah.
Kemudian kurebahkan
badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya sambil pantatku
kugerakkan naik turun. Sementara burungku lebih jauh menjangkau ke dalam
lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku kuhempaskan ke tubuh
mungil itu. Dan.., "Blesss...." seluruh burungku masuk ke dalam surga
dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku pun segera kuhentikan
sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan situasi yang baru.
Setelah
agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan gentle.
Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan pinggulnya.
Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram punggungku, kakinya
ikut menjepit kedua kakiku. Kemudian muncul erangan panjang diikuti
denyut-denyut dari lembah sorganya. "Eeehhh..." desahnya. Aku pun sudah
tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh kenikmatan, segera kucabut
burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan menekan ke selangkangannya.
"Eeehhh..." erangku juga. Kami berdua menarik nafas panjang.
Setelah
agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku mengelap
selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak tempat
tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun
segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap
situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk
tidak menyesali apa yang pernah terjadi.
Besok paginya aku sempat
bermain lagi dengannya sebelum check out. Betul-betul suatu akhir pekan
yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan bekerja di perusahaan
temanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar